“Bu Lita, 3 tahun lalu kami mengangkat salah satu karyawan kami sebagai Direktur. Tahun ini, kami idak memperpanjang masa jabatannya karena ada indikasi penggelapan dan kami tidak kanberikan kompensasi apapun sebagai Direktur. Tapi, kemarin dia menagih Uang Pesangon saat status dia masih karyawan tetap. Padahal, dulu dia gak pernah menyinggung soal pesangon dan bersedia diangkat jadi Direktur karena gaji naik drastis. Memang benar kami tetap wajib bayar pesangon, Bu meski sudah 3 tahun berlalu?”
Merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung No.1/2022, status ketenagakerjaan karyawan yang diangkat sebagai Direktur otomatis berakhir saat ia sah menjabat sebagai Direktur sebagaimana ketentuan dalam UU No.40/2007. Oleh karena itu, perusahaan wajib menuntaskan segala bentuk pembayaran baik pesangon atau kompensasi kepada karyawan tersebut.
Lebih lanjut, kewajiban tersebut tidak hilang serta merta hanya dengan adanya kerelaan dari karyawan untuk diangkat sebagai Direktur, kecuali apabila karyawan dan Perusahaan secara tegas dan tertulis menyatakan hal-hal sebagai berikut sebelum pengangkatan karyawan sebagai Direktur:
a. Para Pihak sepakat mengakhiri hubungan kerja,
b. Para Pihak sepakat bahwa tidak ada kewajiban pembayaran uang pesangon atau pembayaran apapun yang timbul dari peraturan perundang-undangan mengingat karyawan akan dipekerjakan sebagai Direktur dari Perusahaan dengan remunerasi yang lebih baik.
Dua hal tersebut dapat dituangkan dituangkan dalam Perjanjian Bersama dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Apabila langkah ini tidak dilakukan, maka karyawan masih memiliki hak untuk meminta pembayaran Pesangon meskipun telah lewat beberapa waktu.
Hal ini sebagaimana tergambar dalam kasus antara PT Tradition Indonesia (“PT TI”) vs Vijay Prapti yang telah diputus melalui Putusan Peninjauan Kembali No. 69PK/Pdt.Sus-PHI/2016.
Vijay Prapti selaku Pemohon Peninjauan Kembali merupakan karyawan pada PT TI yang telah bekerja sejak Februari 1992 s.d Oktober 1993 dan kemudian diangkat menjadi direktur PT TI melalui Akta No. Akta Nomor 14 di hadapan Notaris Jenny Jacinta Lukas, RUPS pada 18 Oktober 1993.
Adapun pada saat pengangkatannya sebagai Direktur, tidak ada pemutusan hubungan kerja Vijay Prapti sebagai karyawan. Oleh sebab itu, pada saat Vijay Prapti diberhentikan dari jabatannya sebagai Direktur, ia meminta sejumlah pesangon selama masa kerjanya sebagai karyawan.
Majelis Hakim Peninjauan Kembali berpendapat bahwa pengangkatan Vijay Prapti sebagai direktur seharusnya didahului dengan pengakhiran statusnya sebagai karyawan dan pemberian kompensasi sesuai UU 13/2003. Oleh sebab itu, Majelis Hakim menghukum PT TI untuk membayar Uang Pesangon dan Uang Penggantian Hak kepada Vijay Prapti atas periode kerja Vijay Prapti sebagai karyawan sejak Februari 1992 s.d Oktober 1993 sebesar Rp179.000.000.
Demikian, semoga bermanfaat!