“Bu Lita, kami mau susun Peraturan Perusahaan (PP), tapi yang sederhana saja supaya nggak ribet. Detailnya nanti kami pakai Code of Conduct (CoC) dari Headquarter Office.”
Sebagai corporate lawyer, saya cukup sering mendengar pernyataan seperti di atas. Akibatnya, tak jarang saya menjumpai perusahaan yang menyusun PP secara seadanya—mengandalkan template umum, tanpa penyesuaian terhadap konteks bisnis, budaya organisasi, maupun tantangan operasional.
Padahal, PP adalah dokumen krusial yang mengatur hubungan kerja dan dapat menjadi alat mitigasi risiko sengketa hubungan industrial. Penyusunan PP seharusnya tidak hanya menjadi pemenuhan kewajiban semata mengingat PP merupakan fondasi kebijakan ketenagakerjaan yang diakui hukum ketenagakerjaan.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan dan dihindari dalam menyusun PP:
✅ DO’S
1.Kustomisasi Sesuai Karakteristik Bisnis
Setiap industri memiliki dinamika dan kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, PP harus mencerminkan realitas operasional dan risiko kerja yang khas dari bisnis yang berjalan.
2. Integrasikan Nilai dan Budaya Perusahaan
PP sebaiknya tidak hanya berisi standar minimum hak dan kewajiban yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, namun mampu merefleksi nilai inti Perusahaan serta konsekuensi jika melanggar nilai tersebut.
3. Harmonisasi dengan Code of Conduct (CoC) Perusahaan Induk
Jika perusahaan merupakan bagian dari grup, penting untuk memastikan PP selaras dengan CoC global untuk menghindari konflik kebijakan & menciptakan kepatuhan yang terintegrasi.
4. Ikuti Prosedur Legal
Penyusunan PP wajib mengikuti mekanisme resmi, termasuk sosialisasi dan mendapatkan persetujuan dari perwakilan karyawan hingga pendaftaran di dinas terkait.
5.Tinjau dan Evaluasi Secara Berkala
Regulasi dan kondisi bisnis terus berubah. Maka, PP perlu diperbarui secara berkala agar tetap relevan dan patuh hukum.
❌ DON’TS
1. Copy-Paste Template Tanpa Penyesuaian
Dokumen hasil salinan mentah dari perusahaan lain berpotensi mengandung pengaturan yang tidak relevan atau bahkan bertentangan dengan kebijakan internal Perusahaan.
2.Mengabaikan Prosedur Pengesahan
Menyusun PP tanpa melibatkan pekerja atau tanpa disahkan oleh Disnaker membuatnya tidak sah dan berpotensi disengketakan.
3. Mengurangi Hak Normatif Karyawan
Ketentuan yang menghapus atau mengurangi standar dalam UU Ketenagakerjaan berpotensi batal demi hukum dan bisa disengketakan.
4.Menggunakan Bahasa yang Rumit
PP harus bisa dipahami oleh Perusahaan dan karyawan. Oleh karena itu, penyusunannya harus menggunakan bahasa yang sederhana namun tepat sasaran. Menggunakan bahasa hukum yang rumit atau jargon dapat menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman.
5. Melewatkan Review Tim Legal
Pengecekan draft PP oleh tim legal sangat penting untuk memastikan PP selaras dengan peraturan perundang-undangan.