Bu Lita, saya sedang dalam penjajakan pendirian JV Company dan sedang menyusun JV Agreement. Menurut Ibu, forum penyelesaian sengketa yang lebih tepat: Pengadilan Negeri atau Arbitrase ya, Bu?”
Pertanyaan ini terdengar sederhana, namun sesungguhnya sangat fundamental dalam dunia bisnis, terutama saat kita berbicara mengenai kerja sama jangka panjang seperti Joint Venture (JV).
Klausul penyelesaian sengketa sering kali dianggap sekadar formalitas. Banyak perjanjian bisnis yang menggunakan template baku tanpa menyesuaikannya dengan jenis transaksi, nilai proyek, atau kerentanan hukum yang mungkin timbul. Hal ini semakin umum terjadi saat kerja sama masih berada dalam fase honeymoon, yaitu masa ketika semua pihak merasa optimistis, hubungan masih hangat, dan kesepakatan berjalan lancar. Sayangnya, inilah saat yang justru paling tepat untuk membahas dan menyepakati bagaimana konflik seharusnya ditangani jika suatu saat muncul di kemudian hari.
Dalam praktiknya, sistem hukum Indonesia mengenal dua forum utama penyelesaian sengketa perdata: Pengadilan Negeri (litigasi) dan Arbitrase. Keduanya sah secara hukum dan dapat diberlakukan melalui perjanjian, namun memiliki karakteristik yang sangat berbeda, baik dari sisi prosedur, waktu, biaya, kerahasiaan, maupun fleksibilitas.
A. Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri adalah jalur litigasi formal yang terbuka bagi siapa saja dan tersedia di hampir seluruh wilayah Indonesia. Forum ini masih menjadi pilihan default jika para pihak tidak mencantumkan klausul penyelesaian sengketa tertentu dalam kontrak.
Dari sisi biaya, litigasi relatif lebih ekonomis. Biaya perkara ditetapkan oleh pengadilan berdasarkan peraturan yang berlaku, dan proses ini dapat diakses tanpa perlu membayar jasa lembaga atau mediator khusus. Selain itu, putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dapat langsung dieksekusi tanpa perlu pengesahan atau registrasi tambahan.
Namun, terdapat beberapa catatan penting:
-
Sidang terbuka untuk umum. Artinya, setiap proses dan dokumen yang diajukan dapat diakses oleh pihak luar. Ini bisa menjadi kerugian tersendiri jika sengketa menyangkut informasi bisnis yang sensitif, seperti data keuangan, formula produk, atau strategi komersial.
-
Proses berjenjang dan memakan waktu. Setelah putusan tingkat pertama, pihak yang tidak puas dapat mengajukan banding, kasasi, hingga peninjauan kembali. Hal ini menyebabkan proses penyelesaian sengketa di pengadilan sering kali berlangsung bertahun-tahun.
-
Para pihak tidak dapat memilih hakim. Penunjukan hakim dilakukan oleh sistem, sehingga tidak ada jaminan bahwa hakim yang menangani sengketa memahami konteks industri atau teknis dari perjanjian yang disengketakan.
B. Arbitrase
Arbitrase merupakan forum alternatif non-litigasi yang disepakati secara kontraktual oleh para pihak. Arbitrase dijalankan oleh lembaga seperti BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), SIAC (Singapore International Arbitration Centre), atau ICC (International Chamber of Commerce), dan prosesnya sangat berbeda dibanding pengadilan umum.
Beberapa keunggulan utama dari arbitrase:
-
Privasi dan kerahasiaan dijamin. Proses arbitrase bersifat tertutup dan seluruh dokumen hanya dapat diakses oleh para pihak dan arbiter yang ditunjuk. Hal ini sangat penting untuk melindungi rahasia bisnis dan menjaga reputasi perusahaan.
-
Fleksibilitas prosedural. Para pihak dapat menyepakati hampir semua aspek dari arbitrase: siapa yang menjadi arbiter, hukum apa yang berlaku, di negara mana sidang dilakukan, bahasa yang digunakan, hingga berapa lama proses akan berlangsung.
-
Kepastian hukum yang lebih cepat. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat dibanding, kasasi, atau PK. Ini memberikan kepastian hukum dalam waktu yang jauh lebih singkat dibanding jalur pengadilan.
Selain itu, arbitrase juga memiliki daya jangkau internasional. Indonesia adalah pihak dalam Konvensi New York 1958, yang mengatur pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase di lebih dari 160 negara. Ini menjadi nilai tambah jika salah satu pihak berada di luar negeri atau memiliki aset lintas yurisdiksi.
Namun tentu saja, arbitrase tidak bebas dari tantangan:
-
Biaya awal relatif lebih tinggi, karena para pihak perlu menanggung honorarium arbiter, biaya administrasi lembaga, dan logistik persidangan.
-
Klausul arbitrase harus disepakati sejak awal. Jika klausul ini tidak tertulis dalam kontrak, para pihak tidak bisa memaksakan arbitrase secara sepihak setelah sengketa terjadi.
Jadi, Pilih yang Mana?
Tidak ada satu jawaban yang berlaku universal. Pemilihan forum penyelesaian sengketa harus dipertimbangkan secara menyeluruh berdasarkan:
-
Nilai transaksi dan durasi kerja sama
-
Kompleksitas teknis dan struktur industri
-
Lokasi para pihak dan aset
-
Urgensi kerahasiaan informasi
-
Tingkat kepastian hukum yang dibutuhkan
Untuk sengketa bernilai kecil atau kerja sama domestik yang tidak terlalu kompleks, Pengadilan Negeri bisa menjadi pilihan yang rasional dan hemat biaya. Namun untuk proyek strategis, JV dengan pihak asing, atau bisnis yang bersifat high-stakes, Arbitrase jelas memberikan perlindungan yang lebih baik.
Aspek | Arbitrase | Pengadilan Negeri (PN) |
---|---|---|
Kerahasiaan | Proses tertutup dan rahasia, melindungi informasi bisnis | Sidang terbuka untuk umum, risiko eksposur informasi tinggi |
Pemilihan Penengah | Para pihak bebas memilih arbiter sesuai keahlian | Hakim ditunjuk oleh sistem, tidak bisa dipilih |
Fleksibilitas Prosedur | Prosedur dapat disesuaikan: hukum, bahasa, tempat, waktu | Prosedur kaku sesuai hukum acara perdata |
Kepastian Hukum & Waktu | Putusan final dan mengikat, tidak bisa dibanding. Proses lebih cepat | Proses bisa panjang (banding–kasasi–PK), kepastian hukum tertunda |
Biaya | Lebih tinggi: biaya arbiter, administrasi, lembaga arbitrase | Lebih rendah: biaya perkara sesuai ketetapan pengadilan |
Penutup
Penting untuk diingat bahwa klausul penyelesaian sengketa bukan sekadar pasal pelengkap dalam perjanjian, melainkan bagian penting dari arsitektur kontrak yang melindungi kepentingan para pihak ketika hubungan bisnis diuji oleh ketidaksepakatan.
Jadi, jika pelaku usaha sedang menyusun JV Agreement, atau jenis perjanjian kerja sama lainnya, sebaiknya luangkan waktu untuk membahas forum penyelesaian sengketa bersama legal officer atau pengacara. Dengan perencanaan yang tepat sejak awal, Anda tidak hanya menyusun kontrak yang sah, tetapi juga membangun sistem perlindungan hukum yang efektif ketika hal-hal tidak berjalan sesuai rencana.
#JVAgreement
#ArbitraseVsPengadilan
#DisputeResolution