GUNAKAN IKON KOTA DI MEDIA PEMASARAN? HATI-HATI LANGGAR HAK CIPTA

HOME / ARTIKEL HUKUM

GUNAKAN IKON KOTA DI MEDIA PEMASARAN? HATI-HATI LANGGAR HAK CIPTA

“Bu Lita, kalau pakai gambar Tugu Selamat Datang buat desain promosi, itu melanggar hukum ya? Bukannya itu landmark Jakarta dan boleh dipakai publik?”

Pertanyaan ini mulai sering muncul dari teman-teman di dunia kreatif dan pemasaran, terutama setelah ramai pemberitaan mengenai kasus antara KFC dan ahli waris mendiang Henk Ngantung. Inti perkaranya adalah dugaan pelanggaran Hak Cipta karena penggunaan ikon Tugu Selamat Datang pada kemasan bucket ayam goreng mereka.

Ikon publik seperti tugu atau patung memang sering digunakan sebagai simbol daerah. Karena itu, banyak yang beranggapan bahwa karena ikon tersebut berada di ruang publik, otomatis boleh digunakan untuk berbagai tujuan promosi. Padahal, meskipun penggunaan ikon tersebut bisa ikut mempromosikan daerah sekaligus menguntungkan bisnis, tetap ada aturan hukum yang harus diperhatikan.

Perlu dipahami bahwa meskipun suatu ikon berada di ruang publik, ikon tersebut tetap memiliki pencipta yang hak-haknya dilindungi oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Dalam kasus ikon tugu misalnya, setidaknya terdapat dua pihak yang haknya dilindungi oleh undang-undang, yaitu:

  • Pencipta sketsa ikon (perancang atau konseptor)

  • Pemahat ikon (pelaksana dalam bentuk karya tiga dimensi)

UU Hak Cipta memberikan perlindungan terhadap dua jenis hak:

  1. Hak Moral
    Yakni hak untuk diakui sebagai pencipta. Hak ini berlaku seumur hidup dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.

  2. Hak Ekonomi
    Yaitu hak untuk memperoleh manfaat finansial dari pemanfaatan karya tersebut, khususnya untuk tujuan komersial. Hak ini bisa dialihkan dengan perjanjian tertentu, misalnya melalui lisensi.

Perlu digarisbawahi bahwa kasus hukum terkait penggunaan ikon kota bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, pada tahun 2020, Grand Indonesia juga digugat oleh ahli waris mendiang Henk Ngantung karena menggunakan gambar Tugu Selamat Datang tanpa izin. Akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa Grand Indonesia harus membayar ganti rugi sebesar Rp1 miliar.

Saya pribadi berpendapat bahwa gugatan terhadap KFC dan Grand Indonesia ini semestinya menjadi alarm serius bagi para pelaku usaha. Ikon kota, ikon daerah, atau bahkan situs bersejarah yang ada di ruang publik bukan berarti boleh digunakan bebas untuk kepentingan komersial. Penggunaan tersebut tetap berpotensi melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), baik dari sisi hak cipta maupun hak ekonomi.

Lalu, bagaimana seharusnya pelaku usaha bersikap?

Agar tidak tersandung masalah hukum dan menghindari potensi kerugian finansial serta reputasi, pelaku usaha perlu melakukan langkah-langkah mitigasi sebelum menggunakan ikon publik untuk keperluan promosi atau pemasaran, antara lain:

1. Cek Status Kepemilikan Hak Cipta

Lakukan pengecekan status hak cipta melalui portal resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI):
https://pdki-indonesia.dgip.go.id

2. Hubungi Pemilik Hak atau Ahli Waris

Jika ikon atau karya tersebut ternyata memiliki pencipta yang masih terlindungi haknya, segera hubungi pihak yang bersangkutan. Dapatkan izin tertulis untuk menggunakan karya tersebut secara sah.

3. Jika Penggunaan Disyaratkan Royalti, Lakukan Perjanjian Lisensi

a) Buat perjanjian lisensi tertulis yang secara jelas mengatur ruang lingkup, durasi, wilayah penggunaan, royalti, serta batasan penggunaan karya.
b) Catatkan perjanjian lisensi ke DJKI. Ini sangat penting karena perjanjian yang tidak dicatatkan tidak akan memiliki akibat hukum terhadap pihak ketiga (misalnya dalam kasus gugatan).

4. Bila Pemilik Hak Tidak Ditemukan

Segera konsultasikan dengan tim legal Anda. Dalam beberapa kasus, strategi mitigasi seperti pemberian disclaimer, pernyataan niat baik, atau penggunaan karya pengganti bisa menjadi jalan tengah untuk meminimalkan risiko hukum.


Pelanggaran hak cipta bisa berujung pada gugatan perdata, denda yang besar, bahkan pencemaran nama baik di mata publik. Karenanya, kehati-hatian sangat diperlukan, apalagi di era digital saat ini di mana konten bisa menyebar dengan cepat dan mudah dilacak sumbernya.

Semoga ini menjadi pengingat bahwa menggunakan ikon kota bukan berarti bebas dari tanggung jawab hukum. Tetap utamakan kepatuhan agar promosi tetap aman dan usaha berjalan lancar.

#HakCipta #MitigasiLegal #KreatifBertanggungJawab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pencarian
Artikel Terbaru

Artikel Terkait