RUPS OLEH KOMISARIS: WAJIBKAH PENETAPAN PENGADILAN?

HOME / ARTIKEL HUKUM

RUPS OLEH KOMISARIS: WAJIBKAH PENETAPAN PENGADILAN?

“Bu Lita, saya dengar kalau Komisaris mau selenggarakan RUPS, harus izin pengadilan dulu ya? Atau nggak perlu?”

Pertanyaan ini tidak jarang muncul dalam berbagai sesi konsultasi hukum maupun pelatihan yang saya fasilitasi. Khususnya, pertanyaan ini relevan dalam konteks adanya konflik internal atau kebuntuan di tubuh perseroan, yang menyebabkan Direksi pasif, tidak menjalankan fungsinya, atau bahkan terlibat dalam konflik kepentingan. Dalam situasi seperti ini, demi kelangsungan operasional dan kepatuhan korporasi terhadap peraturan perundang-undangan, organ lain seperti Komisaris atau Pemegang Saham perlu mengambil langkah inisiatif, termasuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Namun, muncul pertanyaan hukum yang fundamental: apakah penyelenggaraan RUPS oleh organ selain Direksi selalu harus terlebih dahulu mendapat izin atau penetapan dari Pengadilan Negeri?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita uraikan terlebih dahulu landasan normatif, aspek formil, serta yurisprudensi yang relevan.

A. RUPS dan Kewenangan Penyelenggaraan

Istilah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam konteks Perseroan Terbatas (PT) memiliki dua makna penting:

  1. Sebagai organ perseroan, RUPS merupakan salah satu dari tiga organ utama dalam PT selain Direksi dan Dewan Komisaris. Dalam kedudukannya sebagai organ, RUPS memiliki kewenangan eksklusif untuk mengambil keputusan-keputusan strategis dan mendasar yang tidak diserahkan kepada Direksi maupun Dewan Komisaris, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

  2. Sebagai forum pengambilan keputusan, RUPS merujuk pada pertemuan resmi yang diselenggarakan untuk menjalankan fungsi RUPS sebagai organ, yaitu mengambil keputusan berdasarkan suara pemegang saham, baik dalam RUPS Tahunan maupun RUPS Luar Biasa.

Penyelenggaraan forum RUPS secara normatif merupakan kewenangan Direksi sebagai pelaksana pengelolaan harian Perseroan. Direksi bertugas mempersiapkan, memanggil, dan menyelenggarakan RUPS sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun demikian, UUPT juga secara tegas memberikan ruang bagi Dewan Komisaris maupun Pemegang Saham untuk menyelenggarakan RUPS, dalam hal Direksi tidak melaksanakan kewenangannya atau lalai menindaklanjuti permintaan sah dari Komisaris atau Pemegang Saham. Kewenangan ini diberikan sebagai mekanisme check and balance agar RUPS tetap dapat terselenggara meskipun terjadi kebuntuan atau ketidaksesuaian dalam organ Direksi. Adapun penyelenggaraan RUPS oleh Komisaris atau Pemegang Saham tetap harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 79 dan Pasal 80 UUPT, termasuk tenggat waktu dan pembuktian adanya kelalaian Direksi.

Hal ini ditegaskan dalam:

  • Pasal 79 ayat (2) UUPT: Direksi menyelenggarakan RUPS baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan Dewan Komisaris atau 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.

  • Pasal 79 ayat (6) UUPT: Apabila Direksi tidak menyelenggarakan RUPS dalam waktu paling lambat 15 hari terhitung sejak tanggal permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka Dewan Komisaris dapat menyelenggarakan RUPS tersebut.

Jadi, dalam situasi di mana Direksi mengabaikan permintaan Dewan Komisaris untuk menyelenggarakan RUPS, hukum memberikan hak langsung kepada Dewan Komisaris untuk mengambil alih dan menyelenggarakan RUPS—tanpa perlu penetapan atau izin dari pengadilan.

Sebaliknya, dalam Pasal 80 ayat (1) UUPT, diatur bahwa jika baik Direksi maupun Komisaris tidak menjalankan permintaan pemegang saham untuk mengadakan RUPS, maka Pemegang Saham dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk mendapatkan izin menyelenggarakan RUPS. Ini adalah jalur hukum formal yang memang mewajibkan penetapan pengadilan.

B. Aspek Formalitas RUPS: Kenapa Ini Penting?

Dalam praktik hukum korporasi, keabsahan keputusan RUPS tidak hanya ditentukan oleh substansi agenda rapat, tetapi juga sangat ditentukan oleh kebenaran dan kelengkapan prosedur formal penyelenggaraan rapat. Kegagalan memenuhi aspek ini dapat berujung pada pembatalan hasil RUPS melalui gugatan ke pengadilan.

Aspek formal yang harus diperhatikan antara lain:

  1. Kewenangan penyelenggara: RUPS hanya dapat diselenggarakan oleh organ yang sah menurut UUPT. Apabila oleh Komisaris, harus ada dasar lalainya Direksi sebagaimana Pasal 79 ayat (6).

  2. Pemanggilan RUPS: Harus dilakukan melalui surat tercatat dan/atau iklan di surat kabar dalam jangka waktu tertentu sebelum tanggal rapat.

  3. Agenda rapat: Agenda dalam undangan harus sesuai dengan yang dibahas dan diputuskan dalam RUPS. Tidak boleh ada agenda mendadak yang tidak diberitahukan sebelumnya.

  4. Kuorum dan pengambilan keputusan: Kuorum kehadiran dan suara mengikuti ketentuan Anggaran Dasar atau minimal ketentuan UUPT.

  5. Risalah Rapat dan Dokumen Pendukung: Risalah harus dituangkan secara benar, ditandatangani oleh Ketua RUPS dan satu pemegang saham, serta didukung dokumentasi absensi dan salinan undangan.

C. Apakah Komisaris Harus Minta Penetapan Pengadilan?

Dari uraian normatif di atas, menjadi jelas bahwa:

  • Komisaris tidak wajib mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menyelenggarakan RUPS, sepanjang permintaan Komisaris kepada Direksi telah diabaikan selama 15 hari kalender.

  • Yang wajib mengajukan permohonan ke pengadilan hanyalah pemegang saham yang tidak dapat menyalurkan haknya melalui Direksi maupun Komisaris (Pasal 80 ayat (1) UUPT).

Dengan demikian, ketentuan mengenai penetapan pengadilan tidak berlaku secara umum untuk setiap penyelenggaraan RUPS oleh organ selain Direksi, tetapi hanya terbatas pada kondisi tertentu yang diatur oleh undang-undang. Lebih lanjut, secara umum, ketentuan berikut berlaku dalam penyelenggaraan RUPS:

Penyelenggara RUPS Dasar Hukum Syarat Perlu Penetapan Pengadilan?
Direksi Pasal 79 ayat (1)–(2) UUPT Bertindak atas inisiatif sendiri, atau atas permintaan Dewan Komisaris/Pemegang Saham Tidak
Dewan Komisaris Pasal 79 ayat (6) UUPT Direksi tidak menyelenggarakan RUPS dalam 15 hari sejak permintaan tertulis dari Komisaris Tidak
Pemegang Saham  Pasal 80 ayat (1) UUPT Direksi dan Komisaris tidak menindaklanjuti permintaan RUPS dalam 15 hari Ya

D. Yurisprudensi: Putusan MA No. 167 K/Pdt/2019

Pertanyaan ini pernah diuji di pengadilan dan mendapat kepastian hukum dari Mahkamah Agung. Dalam Putusan No. 167 K/Pdt/2019, seorang Direktur menggugat keabsahan RUPS yang diselenggarakan oleh Dewan Komisaris. Ia beralasan bahwa Komisaris seharusnya memperoleh izin pengadilan terlebih dahulu.

Namun Mahkamah Agung menolak argumentasi tersebut dan menegaskan beberapa hal penting:

  1. Dewan Komisaris sah dan berwenang menyelenggarakan RUPS apabila Direksi mengabaikan permintaan tertulis dalam jangka waktu 15 hari.

  2. Tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan Komisaris untuk memperoleh izin dari pengadilan dalam konteks Pasal 79 ayat (6) UUPT.

  3. RUPS yang diselenggarakan oleh Komisaris tetap sah, selama diselenggarakan sesuai prosedur formal dan dengan itikad baik.

Putusan ini memperkuat pemahaman bahwa ketentuan perizinan pengadilan hanya berlaku terbatas untuk Pemegang Saham sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (1), bukan untuk Dewan Komisaris yang bertindak atas dasar kelalaian Direksi.

Penutup: Catatan Praktis bagi Praktisi Hukum dan Korporasi

Dalam menghadapi kebuntuan internal di perseroan, penting bagi Dewan Komisaris untuk memahami ruang lingkup kewenangannya secara tepat. Apabila ingin menyelenggarakan RUPS karena Direksi tidak bertindak, pastikan:

  • Ada bukti tertulis permintaan kepada Direksi yang telah diabaikan selama 15 hari;

  • Penyelenggaraan RUPS memenuhi seluruh aspek formalitas;

  • Dilangsungkan dengan itikad baik, tidak untuk menyalahgunakan kekuasaan atau mengabaikan prinsip GCG (Good Corporate Governance).

Dengan mengikuti jalur yang sah dan prosedural ini, maka keputusan RUPS oleh Komisaris dapat memiliki kekuatan hukum yang sah dan tidak mudah digugat oleh pihak yang berkepentingan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pencarian
Artikel Terbaru

Artikel Terkait